RAIH BINTANG






Tak terasa waktu berputar cepat dan berlalu tanpa kembali. Kitapun larut dalam aktifitas yang menuntut tanggung jawab lebih terutama bisa hidup dan berbuat baik. Rutinitas, kerja dan kerja lagi menjadikan kita bermawas diri dan terus berharap semuanya baik adanya. Waktu pagi, siang, dan malampun terus berganti. Semua terbawa dalam gelombang kesibukkan masing-masing. Hidup adalah bagian dari sumbangsih kepada diri, keluarga, sesama dan tentunya kepada sang Ilahi. Dari sini hendaknya hidup terus disemangati agar tetap ceria tak pernah lusuh dan lekang oleh waktu. Jika di bentang waktu datang aral merintang, manusiawi memang fana tetapi jangan berpasrah memeluk suasana yang nyaris tertelan kesunyian. Jadilah tegar di saat ada dan tiada kita walau hanya bisa terobati oleh alat/media yang cuma sebentar saja. Cara ini untuk menghilangkan penat menyemut, raga berpasrah, semangat yang kendor, gelisah meronta, menjauhkan khawatir, dan semua perasaan negatif lain. Sering mengutamakan kesibukkan itu salah satu solusi menjauhkannya agar bisa bertahan dan cara untuk menghalanginya. Semua tergantung bagaimana kita menghadapinya. Berapapun itu biarkan bisa mengalir seadanya. Mungkin waktulah yang bisa bicara walau sering yakin dan percaya itu diretas pecah oleh suasana. Selain itu jarakpun membentang hingga tak bisa menggapai. Kadang di keheningan asapun memburu untuk coba menjumput mimpi yang pernah ditaruh setinggi cakrawala. Pernah kaki coba berlari sekuat mampu dan mengejarnya bersama. Pernah ingin terbang sesuka niat untuk memetik bintang-bintang di langit. Tekad membaja, dan saat-saat tangan tak mampu meraihnya ketakberdayaan raga jadi fana untuk sebuah harapan. Ternyata sampai kini jauhnya bintang di angkasapun sinarnya redup tiada bahkan berkemilau senantiasa. Bukannya guratan pena ini hanya untuk berkisah semata, namun lebih dari itu sebagai prasasti. Tidak juga untuk itu. Merangkai kata, merajut kalimat, torehkan kisah tercecer ikatpadukan jadi satu dan ini menjadi senandung nafas kehidupan di bersama waktu pula. Kesempatan merubut asa membingkai mahligai, menyemai peristiwa seperti di mimpi, namun sesungguhnya adalah nyata. Entah darimana memulainya, terus bagaimana bisa mengakhiri. Selembar kisah biar ini tertulis bukan sekedar ucapan, namun terinspirasi jadi rerimbun kasih yang mengalir sebagai anak sungai. 
    Raih bintang. Itulah komitmen, cara mengemas cita-cita dan tujuan perjalanan hidup. Raih bintang, paduan kata ini masih jadi prasasti. Bintang yang bersinar di malam nan gelap gulita menambah keindahan luar biasa bagi semua mata memandangnya. Siapapun dia, dari mana asalnya, di mana keberadaannya tetaplah berasa suka menikmati gemerlap dan kemilau bintang di langit. Hampir pasti "raih bintang" hanya sebagai cara menyemangati orang-orang yang beritikad baik untuk menggapai tujuan hidupnya. Padahal bintang itu jauh tinggi di luar angkasa. Mungkin tidak pernah satu orang manusia di bumi ini menggapainya dengan mudah. Jawabanya sederhana, manusia tidak memiliki sayap. Jika dengan menggunakan pesawat ulang alik oleh astronotpun tidak bisa menjamah dan menyentuh bentuk/bagian dari bintang. Kalau yang kita tahu itu manusia pernah menginjakkan kakinya di bulan, berikut khabarnya ke planet lain seperti Mars, Yupiter, dan Pluto. Itupun mungkin hanya bisa melihat dengan jarak terdekat dari arah pesawat ulang alik. Tetapi oleh karena semangat yang membaja, raih bintang itu tetap jadi cita-cita. Adalah juga 'raih bintang' sebagai mimpi yang sengaja digantung seolah tinggi sekali laksana bintang-bintang di luar angkasa. Jika telah disemangati, terus lahir sebagai itikad maka "raih bintang" terus menjadi getaran di jiwa, dekat melekat dengan hati dan jadi inspirasi; sumber pemicu semangat juang bagi diri. Bagaimana bisa hal itu hilang/raib dengan alasan-alasan yang tidak benar. Bagaimana bisa 'raih bintang' yang sudah seperti prasasti itu mudah luntur dan lekang oleh waktu. Jika sesuatu cita-cita telah dikemas bersama menjadi komitmen maka lahirlah sugestifitas. Dengan itu keyakinan akan tumbuh walaupun dibarengi dengan onak duri tetap subur dan buahnya melimpah. Sebuah tulisan pendek dalam kitab suci, "buah anggur yang lebat hanya bisa tumbuh di antara semak berduri." Begitupun jika raih bintang jadi cita-cita, letaknya ada di hati, tumbuh dan bersemi saban waktu dan tidak pernah mati bahkan menghasilkan buah pada waktunya.
     Memang benar dan pantas diakui bahwa kemauan manusia itu beraneka ragam. Dalamnya laut dapat diduga tetapi dalamnya hati siapapun orang tidak dapat tahu ukurannya. Menduga, menganalisa, menyimpulkan, dan mengambil keputusan itu hak dan privasi setiap orang. Ketika berhadapan dengan masalah setiap orang mempunyai alasan berbeda untuk membenarkan sikapnya. Silogisme berpikir dan bertindaknya sering terbalik dari arah dan pemikiran yang lainnya. Hal tersebut dihargai tetapi selama tidak keluar dari awal mula komitmen "raih bintang" yang telah diimpikan bersama. Keberagaman sifat dan karakter manusia sesungguhnya mampu memperkaya diri dan orang lain untuk beritikad baik membangun komitmen bersama. Beberapa cara yang baik dan itu telah dicoba oleh kebanyakan orang-orang sukses yakni "tetaplah berpikir positip, kreatif, cerdas, bernalar baik, rendah hati, tidak boleh membenci, jangan pula jadi pendendam dan teruslah bergerak maju." Kegagalan dalam hidup itu bukanlah alat untuk memukul cara dan kreatifitas lumpuh tetapi hendaknya menjadi wahana belajar bagi setiap orang yang berkembang dan ingin lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Raih bintang, paduan kata yang sering diproklamasikan. Asal omong tentang raih bintang itu boleh, namun alangkah elok bila itu dikejar bahkan dipacu hingga dengan cara-cara baik langkah maju tetap pasti. Raih bintang tetap digantung setinggi bintang-bintang di langit sana. Selain mimpi, itu juga komitmen. Aral rintangan apapun tetaplah maju menatang masa depan, raih cita-cuta menuju hari esok yang lebih ceria. 
     
       

Postingan populer dari blog ini

HASIL KEJUARAAN PESPARANI UMAT KATOLIK INDONESIA, AMBON 27 OKTOBER 2018

Sekeras Tangan Lembut Mama