MENANTI MATAHARI DARI TIMUR
Lelaki setengah baya itu sedang duduk sendirian. Ia cuma berteman dengan segelas teh. Ditambah lagi dengan pikirannya jadilah bertiga. Matanya nanar memandang dari halaman belakang menghadap ke pantai. Tampak laut biru membentang dengan ombak yang bergulung-gulung menyepuh membusa pantai. Di kiri kanan terlihat jalan bagai ular meliuk padang ilalang. Sepanjang jalan itu satu dua pohon akasia menghiasi bukit-bukit berbaris rapi. Langit merah jingga, pertanda sesaat lagi hari telah mulai malam. Keremanganpun merebak, nyala lampu-lampu perahu nelayan menambah kerlap kerlip malam. Kampung yang sering sepi. Bila di rumah tidak ada lampu listrik. Cuma di rumah kepala desa, guru, dan pedagang yang menyalakan lampu listrik dari generator milik mereka. Ada juga keluarga lain yang kebetulan anak atau keluarganya di tanah rantau. Sementara di rumah lainnya memakai kaleng susu yang diisi minyak tanah diresap dengan benang yang digulung seng plat disulut menjadi pelita. Tetapi bagi lelaki itu yang